Kamis, 01 September 2016

Gambaran Titer Antibodi Avian Influenza dengan Metode HA-HI Pada Ayam Bangkok yang Dilalulintaskan Masuk Ke Wilayah Provinsi Bengkulu



Gambaran Titer Antibodi Avian Influenza dengan Metode HA-HI Pada Ayam Bangkok yang Dilalulintaskan Masuk Ke Wilayah Provinsi Bengkulu

drh Iyan Kurniawan, Medik Veteriner Pertama
Stasiun Karantina Pertanian Kelas I Bengkulu

Ringkasan
Permasalahan flu burung, baik pada unggas maupun pada manusia merupakan permasalahan yang harus mendapat perhatian serius dari berbagai pihak. Hal ini terkait dengan semakin meluasnya penularan dan penyebaran flu burung di Indonesia. Mobilitas manusia, produk unggas, dan migrasi unggas ke wilayah Provinsi Bengkulu memungkinkan penyebaran virus Avian influenza. Mudahnya tranportasi lokal dan regional akan lebih memungkinkan penyebaran virus ke area yang lebih luas. Materi penelitian menggunakan ayam bangkok yang dilalulintaskan masuk kewilayah Provinsi Bengkulu sebanyak 50 sampel ditahun 2015. Metode penelitian menggunakan Uji Haemaglutination Inhibition (HI Test). Hasil penelitian menunjukan bahwa 50 sampel  mengandung negatif antibodi Avian Influenza, dan titer antibodi 20 sehingga antibodi yang dimiliki ayam tidak protektif terhadapat Avian Influenza.
Kata Kunci : Antibodi, Flu Burung, Mobilitas, Uji Haemaglutination Inhibition



PENDAHULUAN

Permasalahan flu burung di Indonesia baik pada unggas maupun pada manusia merupakan permasalahan yang harus mendapat perhatian serius dari berbagai pihak. Hal ini terkait dengan semakin meluasnya penularan dan penyebaran flu burung di Indonesia. Data mencatat kerugian kematian unggas periode Agustus – Desember 2003 sebanyak 4.179.270 ekor, Januari - Desember 2004 sebanyak 5.014.273 ekor, Januari - Desember 2005 mencapai 1.066.372 ekor dan Januari - Desember 2006 mencapai 1.058.157 ekor (Sudarsono 2007), sedangkan kasus flu burung pada manusia hingga saat ini kasusnya semakin bertambah. Sehingga organisasi kesehatan dunia atau WHO (World Health Organization) mengkhawatirkan virus flu burung akan menjadi ancaman serius di kawasan Asia. Bahkan organisasi PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) menyatakan flu burung lebih berbahaya dari penyakit SARS (Severe Acut Respiratory Syndrome) akibat potensi atau kemampuan virus ini untuk mengakibatkan pandemi atau peristiwa letupan dan penyebaran penyakit menular yang terjadi secara cepat dan melintas secara luas melewati batas negara dan benua (Soejoedono dan Handharyani 2005). Diperkirakan sedikitnya 7 juta orang akan meninggal dunia. (Dirjend PP dan PL, Depkes 2007)
Selain itu, dampak berikutnya akibat flu burung adalah kerugian ekonomi yang sangat besar, khususnya bagi peternak unggas. Diperkirakan total kerugian peternak di Indonesialebih dari Rp.1 trilliun untuk periode Januari - Maret 2007 (Sudarsono 2007). Juga dilaporkan hingga Agustus 2006, kerugian akibat flu burung, Thailand mengalami kerugian sebesar 1,2 miliar dolar AS dan Vietnam 200 juta dolar AS, angka ini belum termasuk kerugian bagi negara - negara lainnya yang juga sangat besar akibat pemusnahan dan kematian unggas dengan tingkat kematiannya hingga 95 % (Siegel 2006). Bahkan dalam perdagangan unggas Internasional, ketakutan masyarakat untuk mengkomsumsi produk unggas (daging ayam dan telur) sangat berpengaruh pada bisnis industri perunggasan secara global, seperti halnya masalah penyakit Sapi Gila (Bovine Spongioform Encephalopathy) yang melanda Amerika Utara(Aho 2004).
Menurut Soejoedono dan Handharyani (2005) akibat flu burung dibedakan menjadi dua,yakni pada ternak unggas meliputi: unggas yang terkena penyakit flu burung akan menunjukkan gejala lengkap, mulai pernapasan, kemampuan produksi ayam, pencernaan dan syaraf yang berdampak pula dengan rusaknya sistem dan organ dalam termasuk limfoid, seperti bursa fabricius dan timus. Sedangkan gejala klinis flu burung pada manusia adalah seperti terkena flu biasa yang diikuti dengan kenaikan suhu tubuh sampai 39ºC, sakit tenggorokan, batuk, sesak napas, dan keluar lendir bening dari hidung. Kondisi ini biasanya diperparah jika penderita tidak memiliki nafsu makan ( anoreksia ), diare, muntah dan peradangan paru - paru (pneumonia). Apabila tidak dilakukan penanganan yang baik maka dapat menyebabkan meninggal dunia.
Dampak lainnya yang juga akan mengikuti akibat flu burung adalah kerugian sektor pariwisata, turunnya investor diberbagai bidang, ditolaknya beberapa komoditi ekspor Indonesia, berimplikasi pada aspek sosial, kesejahteraan masyarakat, kondisi dan stabilitas nasional terganggu (Siegel 2006).
Mobilitas manusia, produk unggas, dan migrasi unggas ke wilayah Provinsi Bengkulu memungkinkan penyebaran virus Avian influenza. Mudahnya tranportasi lokal dan regional akan lebih memungkinkan penyebaran virus ke area yang lebih luas. Salah satu cara untuk mengetahui penyebaran virus pada suatu daerah dapat dilakukan surveilans keterparan virus pada hewan. Secara alami, keterpaparan virus Avian influenza dapat membangkitkan respon pertahanan tubuh, yaitu pertahanan seluler dan pertahanan humoral. Pertahanan seluler diperankan oleh sel pertahanan inang yang ditujukan untuk membunuh virus yang berada di dalam sel inang. Pertahan humoral diperankan oleh antibodi untuk menangkap virus yang terlarut di dalam cairan seperti di dalam darah, antibodi dapat mengenal antigen yang merangsang pembentukannya.

BAHAN DAN METODE

Ayam Bangkok yang dilalulintaskan masuk ke Provinsi Bengkulu
Sampel sebanyak 50 ekor ayam bangkok diambil sepanjang tahun 2015 berasal dari berbagai wilayah di Indonesia yang dilalulintaskan masuk ke wilayah Provinsi Bengkulu. Sampel yang diperiksa berupa serum darah ayam yang diambil dari vena axilaris pada kiri atau kanan bawah sayap ayam. Sampel diambil dan diperiksa di Stasiun Karantina Pertanian Kelas I Bengkulu.
Uji Haemaglutination Inhibition (HI Test)
Serum di-inaktivasi di waterbath dengan suhu 56° C selama 30 menit. Menyiapkan mikroplate dasar V, baris A digunakan untuk kontrol positif dan baris B digunakan untuk sampel 1, baris C untuk sampel 2 dan seterusnya sesuai dengan jumlah sampel yang akan diuji. Masukkan 25 µl larutan PBS dengan menggunakan mikropipet kedalam setiap sumur baris A, B, C dan seterusnya sesuai dengan jumlah sampel yang akan diuji. Tambahkan 25 µl serum standar Antibodi AI dengan menggunakan mikropipet kedalam sumur  pertama baris A. Tambahkan 25 µl serum sampel dengan menggunakan mikropipet kedalam sumur  pertama baris B untuk sampel no. 1, kemudian pada sumur pertama baris C untuk sampel no. 2 dan seterusnya sesuai dengan jumlah sampel yang akan diuji. Homogenkan campuran larutan PBS dengan serum standar dan PBS dengan serum sampel menggunakan Mutichannel mikropipet, kemudian pindahkan 25 µl kedalam sumur kedua masing – masing baris. Lakukan hal serupa terhadap sumur-sumur berikutnya untuk memperoleh pengenceran serial hingga sumur kesebelas. Buang 25 µl campuaran Antigen dan PBS dari sumur 11. Sumur 12 digunakan sebagai kontrol SDM.Tambahkan 25 µl Antigen 4 HAU dengan menggunakan multichannel mikropipet pada setiap sumur disemua baris yang digunakan kecuali sumur 12. Mix Mikroplate perlahan dengan mikroshaker kemudian inkubasi selama 30 menit pada suhu kamar. Tambahkan 25 µl larutan SDM 1 % dengan menggunakan multichannel mikropipet pada setiap sumur di semua baris yang digunakan. Mix Mikroplate perlahan dengan mikroshaker kemudian inkubasi selama 30 menit pada suhu kamar (Anonim, 19990.
Apabila titer antibodi ayam menunjukkan positif meningkat mencapai 24 atau lebih, ayam tersebut dinyatakan sebagai ayam yang memiliki kekebalan yang protektif terhadap serangan Avian influenza. Ayam yang memiliki titer antibodi kurang dari 24, maka ayam tersebut dinyatakan sebagai ayam yang bersifat tidak protektif terhadap serangan Avian influenza (OIE, 2000)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil pemeriksaan melalui uji HI terhadap 50 serum ayam yang dilalulintaskan masuk ke wilayah Provinsi Bengkulu menunjukkan bahwa  sebanyak 50 sampel negatif mengandung antibodi (100%) sedangkan 0 sampel menunjukan positif (0%) seperti yang ditunjukan pada tabel 1.

Tabel 1. Keberadaan antibodi serum ayam buras terhadap virus Avian Influenza pada ayam yang dilalulintaskan masuk ke Provinsi Bengkulu

Antibodi
Jumlah
(ekor)
Presentase
(%)
Negatif
Positif
50
0
100
0
Total
50
100

            Titer antibodi yang dimiliki oleh ayam bangkok yang dimasukan ke Provinsi Bengkulu sebesar 20 seprti ditunjukan pada tabel 2.

Tabel 2. Titer antibodi ayam bangkok yang dilalulintaskan masuk ke Provinsi Bengkulu
Titer Antibodi
Jumlah (ekor)
Presentase (%)
20
21
22
23
24
25
26
27
28

50
-
-
-
-
-
-
-
-


100
-
-
-
-
-
-
-
-

Total
50
100

Protektivitas titer antibodi menunjukan serum ayam bangkok yang dimasukan ke Provinsi Bengkulu tidak memiliki antibodi yang bisa memberi protektif. Seperti pada tabel 3.

Tabel 3. Protektivitas titer antibodi ayam bangkok yang dilalulintaskan masuk ke wilayah Provinsi Bengkulu

Titer Antibodi
Jumlah (Ekor)
Prosentase (%)
Tidak Protektif (<24)
Protektif (>24)
50
0
100
0
Total
0
0

Menurut panduan dari OIE (2014), uji HI memiliki sensitivitas tinggi karena dapat mendeteksi antigen HA virus AI subtipe H5 secara spesifik. Uji HI lebih spesifik dalam mendeteksi antigen HA yang dimiliki oleh subtipe H5, tetapi sulit membedakan virus AI yang berhasil diisolasi berasal dari subtipe H5N1, H5N2, atau H5N9. Jika hanya didasarkan pada uji HI, amat sulit untuk menentukan jenis subtipe. Oleh karena itu, konfirmasi diagnostik dengan RT-PCR atau pengurutan genetik menjadi syarat mutlak untuk mengarakterisasi subtipe H5N1 (Krafft et al., 2005).
Hasil penelitian menunjukan bahwa ayam bangkok yang dilalulintaskan masuk ke wilayah Provinsi Bengkulu meliliki titer antibodi Avian Influenza 20. Hal ini menunjukan bahwa dalam tubuh ayam yang dilalulintaskan masuk ke wilayah provinsi Bengkulu tidak terdapat antibodi yang menunjukan telah terjadi infeksi atau paparan virus AI Subtipe H5N1 (Elfidasari  et al., 2014). Seperti disebutkan pada tabel 3 bahwa dalam tubuh ayam tidak mempunyai antibodi Avian Influenza sehingga apabila ada kasung lapang, ayam akan mudah sekali tertular Avian Influenza.
Pada Tabel 2 menunjuka titer antibodi 20 hal ini terjadi kemungkinan karena ayam bangkok yang dilalulintaskan masuk ke provinsi bengkulu belum divaksin Avian Influenza atau bisa juga ayam yang di lalulintaskan masuk ke wilayah bengkulu baru divaksin sebelum dilalulintaskan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Rahardjo (2004) yang menyatakan, bahwa berdasarkan standar OIE, 3 minggu setelah vaksinasi minimal terbentuk antibodi setinggi 24. Setelah vaksin AI inaktif masuk ke dalam tubuh ayam, maka virusnya tidak perlu bermultiplikasi (memperbanyak diri) tetapi langsung memacu jaringan limfoid tubuh untuk membentuk kekebalan.  

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pengujian laboratorium  (HI test) didapatkan hasil (Tabel 1) bahwa ayam yang dilalulintaskan masuk kewilayah bengkulu menunjukan hasil negatif yang berarti ayam bangkok yang dilalulintaskan masuk kewilayah indonesia tidak terinfeksi oleh Avian Influenza. Sedangkan pada Tabel 3 menunjukan hasil ayam yang dilalulintaskan masuk ke wilayah Provinsi Bengkulu tidak memiliki titer antibodi protektif terhadap avian influenza sehingga rentan terkena Avian influenza mengingat di Provinsi Bengkulu Endemis Avian Influenza. Hal ini bisa dijadikan dasar dalam menentukan kebijakan bagi Provinsi Bengkulu dalam pengendalian Avian Influenza di Provinsi Bengkulu.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terimakasih kepada Stasiun Karantina Pertanian Kelas I Bengkulu atas bantuannya dalam penyelesaian penulisan ini.

DAFTAR PUSTAKA

Aho, P. 2004. The Rippies From Avian Influenza The Future of The World Poultry Industry. Artikel dalam Poultry International edisi Mei 2004.
Anonim,  1999. Manual Standar Metode Diagnosa Laboratorium  Kesehatan Hewan, Direktorat Bina Kesehatan Hewan Dirjen Peternakan, Deptan.
Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (Dirjend PP dan PL). 2007. Situasi Flu Burung Pada Manusia di Indonesia. Bahan Diskusi FMITFB Wilayah Jawa Bagian Barat dengan Dirjend PP dan PL di Jakarta, 30 Januari 2007.
Elfidasari, Dewi., Riris,L.P., Agridzadana, F. 2014. Deteksi Antibodi Akibat Paparan Virus Subtipe H5N1 pada Unggas Air Domestik di Sekitar Cagal Alam Pulau Dua. Jurnal AL-AZHAR INDONESIA SERI SAINS DAN TEKNOLOGI, Vol . 2, No. 4
Krafft, A.E., K.L. Russell, A.W. Hawksworth, S. McCall, M. Irvine, L.T. Daum, and J.L. Taubenberger. 2005. Evaluation of PCR testing of ethanol-fixed nasal swab specimens as an augmented surveillance strategy for influenza virus and adenovirus identification. J. Clin. Microbiol. 4:1768-1775.
OIE, 2005. OIE Manual of Standards for Diagnostic Test and Vaccines, 4th ed
OIE. 2014. Manual of Diagnostic Test and Vaccines for Terrestrial Animal. World Organisation for Animal Health.
Rahardjo Y. 2004. Avian Influenza, Pencegahan, Pengendalian dan Pemberantasannya: Hasil Investigasi Kasus Lapangan. Edisi I. PT Gallus Indonesia Utama. Jakarta.

Siegel, MS. 2006. Flu Burung Serangan Wabah Ganas dan Perlindungan Terhadapnya. Bandung: Kaifa
Soejoedono, RD dan Handharyani, E. 2005. Flu Burung. Depok: Penebar  Swadaya
Sudarsono. 2007. Flu Burung Serang 30 Provinsi. Artikel di Koran Seputar  Indonesia 31 januari   2007. Jakarta. Hal:01

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Perkiraan Dampak Ekonomi Penyakit Porcine Reproductive and Respiratory Sydrome (PRRS) di Sumatera Utara

  Perkiraan Dampak Ekonomi Penyakit   Porcine Reproductive and Respiratory Sydrome (PRRS) di Sumatera Utara   Oleh : Iyan Kurniaw...